Ahli Beri Warning: Flu Burung Bisa Jadi Ancaman Pandemi Baru

Pekerja memasukkan bangau yang mati ke dalam kantong di kawasan konservasi Danau Hula, utara Laut Galilea, di Israel utara, Minggu, (2/1/2022). Flu burung telah membunuh ribuan bangau yang bermigrasi dan mengancam hewan lain di Israel utara. Pihak berwenang mengatakan itu adalah bencana satwa liar paling mematikan dalam sejarah negara itu. (AP Photo/Ariel Schalit)

Baru-baru ini, flu burung kembali terdeteksi di sejumlah mamalia, seperti rubah, berang-berang, cerpelai, anjing laut, bahkan beruang cokelat. Berkaitan dengan fenomena itu, para ahli kembali memperingatkan ancaman flu burung yang mungkin bisa terjadi lagi. Sebab, virus flu burung dapat bermutasi dan menyebar ke manusia.

Dilansir dari Science Alert, sejak akhir 2021, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan dilanda wabah flu burung terburuk sepanjang masa. Dilaporkan, wabah tersebut menyebabkan kematian puluhan ribu burung liar. Akibatnya, puluhan juta unggas yang turut terjangkit virus H5N1 terpaksa dimusnahkan.

Ahli virologi di Imperial College London, Tom Peacock mengatakan bahwa flu burung adalah panzootik atau pandemi di antara hewan, terutama burung, namun bisa juga menular ke manusia.

“Kami tidak tahu kenapa itu (flu burung) terjadi sekarang, tapi kemungkinan ini karena adanya penyebaran jenis H5N1 yang berbeda pada burung liar yang sedang bermigrasi,” kata Peacock, dikutip Senin (6/2/2023).

Peacock mengatakan, flu burung yang berpotensi mematikan dikenal jarang menular ke mamalia, terlebih manusia. Namun, pada Kamis (2/2/2023), Badan Keamanan Kesehatan Inggris mengatakan bahwa seekor rubah dinyatakan positif H5N1. Rubah tersebut termasuk dalam delapan rubah dan berang-berang yang positif terjangkit mutasi PB2 di Inggris pada 2022 lalu.

“Mutasi ini memungkinkan virus berkembang lebih baik di dalam sel manusia,” ujar Peacock.

“Tetapi diperlukan mutasi lebih lanjut agar virus dapat menyebabkan pandemi flu pada manusia,” lanjutnya.

Minggu lalu, Prancis mengumumkan pihaknya terpaksa memusnahkan seekor kucing setelah dinyatakan positif H5N1. Sementara itu pada Januari lalu, layanan taman negara bagian Montana, Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya terpaksa menyuntik mati tiga beruang cokelat akibat terkena flu burung. Diduga, seluruh mamalia tersebut sebelumnya memakan unggas yang terinfeksi.

Profesor Ekosistem Mikroba Hewan di Universitas Bristol Inggris, Paul Wigley mengatakan bahwa sementara ini belum ada penularan dalam populasi mamalia. Dengan demikian, risiko terhadap manusia dinilai tetap rendah.

Namun, dua infeksi skala besar baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran bahwa flu burung berpotensi menyebar di antara mamalia, salah satunya adalah wabah H5N1 dengan mutasi PB2 di salah satu peternakan Spanyol pada Oktober lalu yang menyebabkan pemusnahan lebih dari 50 ribu cerpelai.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Eurosurveillance bulan lalu mengatakan, para peneliti menemukan bahwa penularan virus ke cerpelai lain mungkin telah terjadi di peternakan yang terkena dampak. Namun, penelitian lebih lanjut masih dilakukan karena penularan antar cerpelai belum dikonfirmasi.

Tidak hanya cerpelai, kematian massal sekitar 2.500 anjing laut yang terancam punah juga ditemukan di sepanjang pantai Laut Kaspia, Rusia pada bulan lalu. Fenomena tersebut menimbulkan kekhawatiran.

Peneliti di Universitas Negeri Dagestan Rusia, Alimurad Gadzhiyev, mengatakan bahwa sampel awal dari anjing laut positif flu burung. Namun, dia mengatakan pihaknya masih mempelajari apakah virus tersebut menyebabkan kematian para anjing laut.

Peacock mengatakan, jika sekumpulan anjing laut itu saling menularkan flu burung maka itu akan menjadi perkembangan lain yang sangat mengkhawatirkan.

“Wabah cerpelai, peningkatan jumlah infeksi mamalia, dan potensi wabah anjing laut semuanya menunjukkan bahwa virus ini berpotensi menyebabkan pandemi pada manusia,” ujar Peacock.

Berkaitan dengan deretan fenomena tersebut, spesialis penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, David Heymann mendesak agar dunia berwaspada.

Heymann mengatakan, virus flu burung yang turut menjangkit mamalia menimbulkan kekhawatiran baru. Sebab, mereka sering menjadi titik pencampuran virus influenza atau menciptakan lingkungan terjadinya mutasi sehingga berpotensi dapat beradaptasi pada manusia.

“Jika H5N1 benar-benar bermutasi dan dapat menjangkit manusia, vaksin flu musiman saat ini dapat diperbarui dengan mudah untuk memasukkannya,” ujar Heymann.

Namun, Badan Keamanan Inggris mengatakan bahwa tidak ada bukti penularan flu burung dari manusia ke manusia secara berkelanjuttan.

Selama dua dekade terakhir, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencatat 868 kasus terkonfirmasi H5N1 dengan 457 kematian pada manusia. Tahun lalu, terdapat empat kasus baru dengan satu kematian.

Januari lalu, Ekuador melaporkan kasus virus flu burung A(H5) pertama di Amerika Selatan pada manusia. Dilaporkan, kasus tersebut berasal dari anak berusia sembilan tahun yang melakukan kontak dengan unggas.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*