Pemerintah RI saat ini sedang bernegosiasi dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) perihal perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang habis pada tahun 2041. Atas perpanjangan itu, pemerintah akan menambah saham di Freeport dari yang saat ini 51% menjadi 60%-an.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia membenarkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir pemerintah sedang membicarakan tentang kemungkinan untuk memperpanjangan izin dari pengelolaan Freeport.
Bahlil menyebutkan, bahwa saat ini pemerintah sudah memegang kendali saham Freeport sebanyak 51% dan menilai pendapatan dari Freeport dari tahun ke tahun semakin membaik. Hal itu terbukti dari laporan keuangan Freeport.
“2024 itu potensi utang BUMN dalam mengambil alih Freeport kemungkina besar akan lunas, maka pemrintah sednag memikirkan perpanjangan dengan penambahan saham, di mana pemerintah nambah saham 10%. Ini sebagai bocoran aja nanti akan kami umumkan resmi, masih dalam pembahasan,” tandas Bahlil.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merestui ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Juni 2023. Kegiatan ekspor tersebut disetujui sampai Mei 2024.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa memang secara aturan Freeport Indonesia tidak berhak mendapatkan ekspor pada Juni 2023.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Namun, kata Menteri Arifin, pemerintah mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah dampak pandemi Covid-19 yang menghambat pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral (smelter).
Menteri Arifin menyebut, sampai saat ini progres pembangunan smelter Freeport telah mencapai sekitar 60% dengan pengeluaran sudah sekitar US$ 1,5 miliar.
“Iya (boleh ekspor Juni) tapi dengan syarat-syarat tertentu pastinya, antara lain harus ada kewajiban yang harus dia kompensasikan,” ujar Menteri Aririn.
Salah satu pertimbangan pemerintah mengizinkan kelanjutan ekspor konsentrat tembaga Freeport karena adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada waktu pembangunan smelter Freeport menjadi tertunda.
“Kita consider itu karena ada pandemi. Juni, nah ini kita sedang ya.. kalau nggak boleh ekspor gimana? Udah, boleh,” ungkapnya.
Arifin menjelaskan, diizinkannya Freeport untuk tetap bisa mengekspor konsentrat setelah Juni 2023 ini dengan pertimbangan keadaan kahar alias force majeure pandemi Covid-19, sehingga dinilai tidak melanggar UU Minerba.
“Kita consider apa yang sudah terbangun dari proyeknya, dari komitmennya. Kita consider kendala yang dihadapi pembangunannya. Kan waktu Covid, dia kontraktornya Jepang. Jepang aja berapa tahun aja itu lockdown-nya. Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering gak progres, pembelian materi procurement-nya juga nggak berprogres,” jelasnya.
“Kan ada masalah force majeure itu, kan memang pandemi dampaknya begitu kan. Kan virus membahayakan,” ucapnya.
Di sisi lain, mayoritas pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kini juga dimiliki Indonesia melalui MIND ID, Holding BUMN Pertambangan, yakni sebesar 51%.
“Ya kan kita tahu bahwa dalam pembangunan itu kan terkendala ada pandemi yang menjadi bahan konsiderasi kita, karena kalau disetop sama sekali kan juga MIND ID 51%, Indonesia sudah 51% sahamnya. Dampaknya akan lebih banyak ke kita. Kita udah cari jalan keluarnya,” tuturnya.
Meski dibolehkan melanjutkan ekspor, namun menurutnya Freeport tetap akan dikenakan syarat-syarat tertentu.
Sebelumnya, Freeport McMoran, pemegang 48,76% saham PT Freeport Indonesia, mengungkapkan bahwa Freeport Indonesia tengah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia untuk kelanjutan ekspor konsentrat tembaga setelah Juni 2023.
CEO Freeport McMoran Richard Adkerson menyebut, pihaknya tengah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh persetujuan kelanjutan ekspor konsentrat tembaga setelah 10 Juni 2023 mendatang sampai pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga baru di Manyar, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, beroperasi penuh pada 2024 mendatang.
Pihaknya beralasan, proses pembangunan smelter Manyar ini telah memiliki kemajuan signifikan. Sampai Maret 2023, proses pembangunan smelter ini telah mencapai sekitar 60%. Ditargetkan smelter ini bisa beroperasi pada Mei 2024 mendatang.
Adapun sempat tertundanya pembangunan smelter ini menurutnya karena terkendala pandemi Covid-19, sehingga tidak bisa tuntas pada 2023, terutama sebelum aturan larangan ekspor mineral mentah ini berlaku pada Juni 2023 mendatang.
“Dalam IUPK Freeport mengizinkan ekspor berlanjut selama 2023, tergantung pada pertimbangan keadaan kahar (force majeure). PTFI sedang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh persetujuan untuk kelanjutan ekspor sampai smelter Manyar dan PMR (Precious Metal Refinery yang memproduksi emas dan perak) telah beroperasi penuh,” ungkapnya dalam laporan Kinerja Q1 2023, dikutip Kamis (27/04/2023).