Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan bahwa target Indonesia untuk memproduksi minyak sebanyak satu juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030 memiliki tantangan yang semakin berat.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara mengakui bahwa target produksi minyak dan gas bumi (migas) di tahun 2030 memiliki tantangan yang semakin berat dari hari ke hari.
Benny mengungkapkan bahwa pihaknya berharap dukungan dari semua pihak, dukungan yang dimaksud terutama adalah dukungan ekonomis. “Secara target, (produksi minyak) satu juta bph dan (gas) 12 BSCFD kita tetap. Tapi kita akui tantangan semakin berat, mudah-mudahan dengan dukungan semua pihak, terobosan keekonomian so far sudah jalan, kemudian ekonomi stakeholder memahami TNC lebih ekonomis,” ujar Benny dalam Konferensi Pers, Jakarta, dikutip Selasa (18/4/2023).
Selain itu, dia juga mengharapkan dukungan agar target operasi dari lapangan migas yang ada tidak tertunda lagi. “Kita perlu dukungan lagi agar on stream tidak molor, pembatasan Covid-19 berpengaruh ke depan dengan berakhirnya pandemi jadi endemi, dan berbagai kemudahan berusaha kita harap implementasi proyek tidak molor,” tambahnya.
Sebelumnya, Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo mengatakan dirinya pesimistis target produksi minyak pada 2030 yang ditetapkan pemerintah itu bisa tercapai.
Apalagi, tren produksi minyak saat ini justru mengalami penurunan. Realisasi lifting minyak pada kuartal I-2023 baru tercapai 613,7 ribu barel oil per day dari target tahun ini sebesar 660 ribu barel minyak per hari (bph). Hal ini menunjukkan bahwa realisasi lifting minyak baru sebesar 92,8% dari target tahun 2023.
Sedangkan, realisasi lifting atau produksi gas yang telah berjalan selama kuartal I-2023 masih berada di bawah target 6.160 juta kaki per hari (MMSCFD). Realisasi produksi salur gas pada Q1 2023 sebesar 5.399 MMSCFD atau sekitar 87,6% dari target yang sudah ditentukan untuk tahun 2023.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo mengatakan dirinya pesimistis target produksi minyak pada 2030 yang ditetapkan pemerintah itu bisa tercapai.
“Terus terang program 1 juta barel ini memang bagus, tapi semakin lama kok saya makin pesimis, sulit untuk capai 1 juta barel di 2030,” ungkapnya dalam Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (13/02/2023).
Menurutnya, ada tiga hal yang membuat target 1 juta barel minyak per hari pada 2030 sulit dicapai. Pertama, mempertahankan tingkat produksi yang ada saat ini. Diantaranya memperkirakan jumlah produksi minyak pada 2030 hanya tinggal sekitar 200.000 barel per hari. “Ada 3 hal yang perlu kita lihat, yang pertama adalah eksisting mempertahankan yang sudah ada. Mungkin 200 ribu saja sampai 2030,” ucapnya.
Kedua, Hadi mengatakan bahwa faktor lain yang menyebabkan target tersebut semakin jauh untuk dicapai adalah karena program EOR atau Enhanced Oil Recovery sebagai metode dalam mendorong peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal. Dia menilai program tersebut tidak berjalan dengan lancar.
“Tahun lalu, November, ada proposal dari K3S masuk ke K3S sambung malah ditolak, katanya kurang ini, itu, dan sebagainya. Sampai sekarang nggak jelas, mandek lagi. Padahal EOR adalah satu big bone meningkatkan produksi. Sampai saat ini saya nggak punya harapan, EOR ini karena mundur terus,” tuturnya.
Ketiga, Hadi melanjutkan faktor yang ketiga yakni lambatnya eksplorasi potensi migas yang sudah ditemukan. Dia mengatakan, eksplorasi membutuhkan waktu yang lama, tergantung dengan tingkat kesulitan yang dihadapi pada daerah masing-masing.
“Yang berikutnya adalah eksplorasi, kita butuh 200 ribu (barel) dikali 3 barel per day jatah asli eksplorasi. Kalo kita nggak speed up eksplorasi dan eksplorasi itu butuh waktu tadi sekitar 5, 10, 15 tahun tergantung kesulitannya,” tambahnya.